Surya Dharma Paloh
(lahir di Kutaraja, Banda Aceh, Aceh, 16 Juli 1951; umur 60 tahun)
adalah pengusaha pers dan pimpinan Media Group yang memiliki harian Media Indonesia, Lampung Post,
dan stasiun televisi Metro TV. Lahir dari pasangan Daud Paloh dan
Nursiah Paloh. Bersama dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X, Surya Paloh
mencetuskan pendirian Nasional Demokrat.
Perjalanan hidup
Surya
Paloh lahir di Tanah Rencong. Ia besar di kota Pematang Siantar,
Sumatera Utara, di daerah yang memunculkan tokoh-tokoh besar semacam TB
Silalahi, Adam Malik, Parada Harahap, A.M. Sipahutar, dan Harun
Nasution. Ia menjadi pengusaha di kota Medan, daerah yang membesarkan
tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI) dan tokoh bisnis TD Pardede.
Aktivitas politik menyebabkannya pindah ke Jakarta, menjadi anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dua periode. Justru di kota
metropolitan ini, kemudian Surya Paloh terkenal sebagai seorang
pengusaha muda Indonesia.
Surya
Paloh mengenal dunia bisnis tatkala ia masih remaja. Sambil bersekolah
ia berdagang teh, ikan asin, karung goni, dan lain-lain. Ia membelinya
dari dua orang tauke sahabat yang sekaligus gurunya dalam dunia
usaha, lalu dijual ke beberapa kedai kecil atau ke perkebunan (PT
Perkebunan Nusantara). Di Medan, Surya Paloh mendirikan perusahaan
karoseri sekaligus menjadi agen penjualan mobil.
Sembari
berdagang, Surya Paloh juga menekuni kuliahnya di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Sosial Politik Universitas Islam
Sumatera Utara,
Medan. Di kota terbesar ketiga, setelah Jakarta dan Surabaya ini,
keinginan berorganisasi yang sudah berkembang sejak dari kota Pematang
Siantar, semakin tumbuh subur dalam dirinya. Situasi pada saat itu,
memang mengarahkan mereka aktif dalam organisasi massa yang sama-sama
menentang kebijakan salah dari pemerintahan Orde Lama. Surya Paloh menjadi salah seorang pimpinan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI).
Setelah KAPPI bubar, ia menjadi Koordinator Pemuda dan Pelajar pada
Sekretariat Bersama Golkar. Beberapa tahun kemudian, Surya Paloh
mendirikan Organisasi Putra-Putri ABRI (PP-ABRI), lalu ia menjadi
Pimpinan PP-ABRI Sumatera Utara. Bahkan organisasi ini, pada tahun 1978,
didirikannya bersama anak ABRI yang lain, di tingkat pusat Jakarta,
dikenal dengan nama Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI).
Dunia Politik
Kesadarannya bahwa dalam kegiatan politik harus ada uang sebagai
biaya hidup dan biaya perjuangan, menyebabkan ia harus bekerja keras
mencari uang, dengan mendirikan perusahaan atau menjual berbagai jenis
jasa. Ia mendirikan perusahaan jasa boga, yang belakangan dikenal
sebagai perusahaan catering terbesar di Indonesia. Keberhasilannya
sebagai pengusaha jasa boga, menyebabkan ia lebih giat belajar menambah
ilmu dan pengalaman, sekaligus meningkatkan aktifitasnya di organisasi.
Menyusuri kesuksesan itu, ia melihat peluang di bidang usaha
penerbitan pers. Surya Paloh mendirikan Surat Kabar Harian Prioritas.
Koran yang dicetak berwarna ini, laku keras. Akrab dengan pembacanya
yang begitu luas sampai ke daerah-daerah. Sayang, surat kabar harian itu
tidak berumur panjang, keburu di cabut SIUPP-nya oleh pemerintah.
Isinya dianggap kurang sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik Indonesia.
Kendati bidang usaha penerbitan pers mempunyai risiko tinggi, bagi
Surya Paloh, bidang itu tetap merupakan lahan bisnis yang menarik. Ia
memohon SIUPP baru, namun, setelah dua tahun tak juga keluar. Minatnya
di bisnis pers tak bisa dihalangi, ia pun kerjasama dengan Achmad Taufik
Menghidupkan kembali Majalah Vista. Pada tahun 1989, Surya Paloh
bekerja sama dengan Drs. T. Yously Syah mengelola koran Media Indonesia.
Atas persetujuan Yously sebagai pemilik dan Pemrednya, Surya Paloh
memboyong Media Indonesia ke Gedung Prioritas. Penyajian dan bentuk logo
surat kabar ini dibuat seperti Almarhum Prioritas. Kemajuan koran ini,
menyebabkan Surya Paloh makin bersemangat untuk melakukan ekspansi ke
berbagai media di daerah. Disamping Media Indonesia dan Vista yang
terbit di Jakarta, Surya Paloh bekerjasama menerbitkan sepuluh
penerbitan di daerah.
Pada umurnya yang masih muda, 33 tahun, Surya Paloh berani
mempercayakan bisnis cateringnya pada manajer yang memang disiapkannya.
Pasar catering sudah dikuasainya, dan ia menjadi the best di bisnis itu.
Lalu, ia mencari tantangan baru, masuk ke bisnis pers. Padahal, bisnis
pers adalah dunia yang tidak diketahuinya sebelum itu. Kewartawanan juga
bukan profesinya, tetapi ia berani memasuki dunia ini, memasuki pasar
yang kelihatannya sudah jenuh. Ia bersaing dengan Penerbit Gramedia
Group yang dipimpin oleh Yakob Utama, wartawan senior. Ia berhadapan
dengan Kartini Grup yang sudah puluhan tahun memasuki bisnis penerbitan.
Ia tidak segan pada Pos Kota Group yang diotaki Harmoko, mantan Menpen
RI. Bahkan, ia tidak takut pada Grafisi Group yang di-back up oleh
pengusaha terkenal Ir. Ciputra, bos Jaya Group.
Kendati kondisi pasar pers begitu ramai dengan persaingan. Surya
Paloh sedikit pun tak bergeming. Bahkan ia berani mempertaruhkan modal
dalam jumlah relatif besar, dengan melakukan terobosan-terobosan baru
yang tak biasa dilakukan oleh pengusaha terdahulu. Dengan mencetak
berwarna misalnya. Ia berani menghadapi risiko rugi atau bangkrut. Ia
sangat kreatif dan inovatif. Dan, ia berhasil.
Surya Paloh menghadirkan koran Proritas di pentas pers nasional
dengan beberapa keunggulan. Pertama, halaman pertama dan halaman
terakhir di cetak berwarna. Kedua, pengungkapan informasi kelihatan
menarik dan berani. Ketika, foto yang disajikan dikerjakan dengan
serius. Faktor-faktor itulah yang menyebabkan koran ini dalam waktu
singkat, berhasil mencapai sirkulasi lebih 100 ribu eksemplar. Tidak
sampai setahun, break event point-nya sudah tercapai.
Ancaman yang selalu menghantui Prioritas justru bukan karena
kebangkrutan, tetapi pencabutan SIUPP oleh pemerintah. Terbukti
kemudian, ancaman itu datang juga. Koran Prioritasnya mati dalam usia
yang terlalu muda. Pemberitaannya dianggap kasar dan telanjang. Inilah
risiko terberat yang pernah dialami Surya Paloh. Ia tidak hanya
kehilangan sumber uang, tetapi ia juga harus memikirkan pembayaran utang
investasi.
Dalam suasana yang sangat sulit itu, ia tidak putus asa. Ia berusaha
membayar gaji semua karyawan Prioritas, sambil menyusun permohonan SIUPP
baru dari pemerintah. Namun permohonan itu tidak dikabulkan pemerintah.
Beberapa wartawan yang masih sabar, tidak mau pindah ke tempat lain,
dikirim Surya Paloh ke berbagai lembaga manajemen untuk belajar.
Pers memang memiliki kekuatan, di negara barat, ia dikenal sebagai
lembaga keempat setelah legislatif, yudikatif dan eksekutif. Apalagi
kebesaran tokoh-tokoh dari berbagai disiplin ilmu atau tokoh-tokoh dalam
masyarakat, sering karena peranan pers yang mempublikasikan mereka.
Bagaimana seorang tokoh diakui oleh kalangan masyarakat secara luas,
kalau ia di boikot oleh pers. Dengan demikian, bisnis pers memang
prestisius, memberi kebanggaan, memberi kekuatan dan kekuasaan. Dan,
itulah bisnis Surya Paloh.